Bedah Editorial MI - Tutup Celah Cela di Pilkada

METRO TV
METRO TV
827 بار بازدید - 3 ماه پیش - MetroTV, PEMILU 2024 dicap sebagian
MetroTV, PEMILU 2024 dicap sebagian pihak sebagai yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Mulai dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah pengamat, dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritisi perhelatan demokrasi lima tahunan itu.

Salah satu masalah yang mengemuka adalah maraknya politik uang, khususnya berupa pembagian bantuan sosial (bansos) menjelang pemungutan suara. Masalah bagi-bagi bansos itu juga yang menjadi materi gugatan dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Akan tetapi, MK mematahkan anggapan pembagian bansos terkait dengan sengketa hasil suara di pemilu. Walhasil, hakim konstitusi menolak seluruh permohonan PHPU Pilpres. MK dipandang mematahkan beragam tuduhan kecurangan, intervensi aparat, dan politisasi bansos.  

Di sisi lain, ada juga yang sudah menduga beragam tudingan itu memang tidak akan terbukti di depan hukum. Sebab, kecurangan tersebut sudah dirancang untuk aman secara delik meski tunaetik.

Sehebat-hebatnya aturan, tentu lebih hebat manusia yang menciptakan. Sehingga ada anggapan, aturan diciptakan untuk dilanggar. Ragam pantangan dan larangan tidak membuat sebagian manusia untuk menjauhinya. Regulasi yang ada hanya membuat para pelanggarnya untuk berkreasi. Di tangan politikus bermental pemburu rente, aturan seketat apa pun tetap bisa dicari celah untuk dilalui lalu dilanggar.

Mereka juga tidak akan ragu untuk kongkalikong dengan aparat penegak dan pelaksana aturan. Sepanjang ada kata sepakat dengan penjaga aturan, pelanggaran akan mulus bahkan terlegitimasi.

Jika pelanggaran berlangsung tanpa permufakatan dengan aparat penegaknya, dapat dipastikan penegakan hukum bisa berlangsung secara tegas dan cepat.
Kita memang harus sudah menutup buku pilpres seiring putusan yang final dan mengikat dari MK. Namun, itu bukan berarti kita bisa nelupakan begitu saja noktah cela di belakangnya. Apalagi, bangsa ini akan menghadapi agenda politik berikutnya, yaknis pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November.

Sejumlah petinggi kementerian dan lembaga negara juga telah mewanti-wanti potensi politisasi bansos. Dan, namanya wanti-wanti, memang tidak harus memiliki pengaruh secara nyata. Karena, wanti-wanti kurang lebih setara dengan imbauan. Dituruti syukur, diabaikan ya mau apa dikata.

Petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  juga serasa pengamat politik. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pernah mengungkapkan preferensi masyarakat di pemilu masih didominasi faktor uang. Sehingga, dia menyarankan pemerintah untuk menyetop pemberian bansos sebelum pencoblosan pilkada tahun ini.

Toh, KPK cenderung membiarkan tanpa penindakan praktik semacam itu selama pelaksanaan pilpres. KPK seakan bungkam di konrestasi pilpres dan kembali bernyali menjelang perhelatan pilkada.

Wajar bila muncul kekhawatiran modus mempermainkan aturan saat pemilu bakal berulang di pilkada. Berbagai pihak mengkhawatirkan replikasi politisasi bansos maupun pengerahan serta intervensi aparat dalam pilkada. Maka, bila benar bahwa kita hendak menyehatkan demokrasi dan tidak membiarkan demokrasi semakin layu, tata kelola pilkada serentak mesti dibereskan kembali.

Penyelenggara serta pengawas pemilu sudah harus kembali ke khitah menjaga netralitas. Jangan sampai mereka justru bermain api dengan menyimpang atau menyamping dari aturan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mampu memperkuat kepemimpinan penyelenggara daerah guna menghindari kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Adapun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), jangan ragu untuk lebih proaktif dan mencari terobosan dalam pengawasan Pilkada 2024.

Khususnya pengawasan terhadap penggunaan dana hibah atau bantuan sosial, dukungan petahana atas kandidat, netralitas aparatur sipil negara, klientelisme, dan politik uang.

Bahkan bila memungkinan secara waktu, pemerintah dan DPR perlu segera merevisi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Revisi untuk menutup celah hukum secara aturan perundangan. Jangan justru menutup-tutupi pelanggaran.  

Mesti ada tekad lurus dan niat tulus untuk memperbaiki mutu demokrasi. Tanpa itu semua, kontestasi politik tak ubahnya rimba raya bagi para pemburu rente. Padahal, hakikat pemilihan pemimpin, termasuk pemimpin daerah, ialah memastikan bahwa hajat hidup orang banyak diperjuangkan dan dilaksanakan. Itu amat mungkin bisa terjadi bila demokrasi tidak disuntik mati.


#pemilu #Pilkada #pilgub #pilkada2024 #Metrotv
-----------------------------------------------------------------------

Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi  terkini!


Website: https://www.metrotvnews.com/
Facebook: Facebook: metrotv
Instagram: Instagram: metrotv
Twitter: Twitter: metro_tv
TikTok: TikTok: metro_tv
Metro Xtend: https://xtend.metrotvnews.com/
3 ماه پیش در تاریخ 1403/03/07 منتشر شده است.
827 بـار بازدید شده
... بیشتر